MENYUSUN
STRATEGI PENGEMBANGAN KELOMPOK NELAYAN
(3 dari 3 tulisan)
Sumber Daya Manusia Nelayan
Aktivitas
penangkapan ikan merupakan aktivitas yang membutuhkan stamina yang kuat karena
kondisi alam tempat kerja di laut sangat ekstrim (angin dan gelombang besar) dibanding
kondisi alam kerja di darat menyebabkan proses kerja menjadi cukup berat,
sehingga pada umumnya masyarakat yang terjun dalam profesi tersebut tergolong
usia produktif. Hal ini tercermin dari sebagian besar anggota kelompok nelayan
yang ada di Desa Poto Tano berusia antara 20-50 tahun atau tergolong produktif
jika mengacu pada usia kerja secara nasional. (Tabel 3).
Tingkat
pendidikan masyarakat Desa Poto Tano bervariasi dari SD sampai Perguruan
tinggi. Jumlah penduduk seluruhnya adalah 1283 jiwa dengan jumlah kepala
keluarga adalah 379 KK. Penduduk desa didominasi oleh lulusan SD 450 orang,
kemudian diikuti oleh lulusan SLTP 540 orang, lulusan SMA 78 orang, S1 12
orang, D3 9 orang dan D2 8 orang. Sebagian
besar anggota kelompok nelayan berpendidikan SD dan SMP (Profil Desa Poto Tano
2013), sisanya belum sekolah atau tidak tamat SD. Jenjang pendidikan tersebut
tergolong cukup rendah di kalangan nelayan maupun secara umum di masyarakat
Indonesia. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kesadaran masyarakat nelayan
akan pentingnya pendidikan cukup rendah dan tingkat perekonomian nelayan juga
tergolong rendah, mengingat pendidikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Potensi
dan Permasalahan Kelompok Nelayan Tangkap
Ada 6 faktor yang
menjadi potensi kelompok nelayan di Desa Poto Tano, antara lain
1) motivasi
dan etos kerja anggota dalam menangkap ikan tinggi;
2) posisi
lembaga yang sangat strategis;
3) jumlah
anggota cukup ideal 10- 13 orang per kelompok;
4) umur
sebagian besar anggota tergolong umur produktif;
5) alat
tangkap nelayan tergolong cukup memadai.
6) hasil
tangkapan merupakan ikan harian sehingga terjamin kesegarannya.
Sedangkan
permasalahan yang menjadi faktor kelemahan lembaga, teridentifikasi ada 11
faktor antara lain
1)
masih rendahnya partisipasi anggota;
2)
masih rendahnya pengetahuan dan
keterampilan organisasi;
3)
kurangnya manajemen kelompok;
4)
infrastruktur organisasi kurang memadai;
5)
kurangnya komunikasi dengan pemerintah;
6)
kurang tegas dalam pemberian sanksi;
7)
lembaga belum ada badan hukumnya;
8)
keanggotaan cenderung individualis/kerja
sendiri-sendiri;
9)
kurangnya dokumentasi dan arsip lembaga
dan
10)
kurangnya relevansi rencana usaha
kelompok dengan pelaksanaan.
11)
kurangnya kesadaran menabung dan memupuk
modal sendiri.
Nelayan
Desa Poto Tano seringkali menghadapi masalah keuangan. Keterbatasan dana
mengharuskan mereka meminjam uang kepada pihak lain seperti bank rontok atau
rentenir walaupun dengan tingkat suku bunga yang tinggi agar dapat menangkap
ikan untuk menghidupi keluarganya. Kadang-kadang kalau meminjam uang ke
pengumpul maka harga ikan seringkali ditentukan secara sepihak oleh pemberi
pinjaman tanpa mengikuti mekanisme pasar. Dalam hal ini, keuntungan tersembunyi
(hidden profit) yang diperoleh pemberi pinjaman secara signifikan akan
mengurangi tingkat pendapatan nelayan. Sebenarnya kalau mau serius menabung
dengan cara menyisihkan hasil penjualan 1 kg ikan saja per hari (harga 1 kg
rata-rata Rp. 22.000,-) maka dalam sebulan punya tabungan Rp. 440.000,- per
orang (sebulan dihitung 20 hari kerja). Jika 1 kelompok nelayan 10 orang
anggota menabung semua maka dalam sebulan ada tabungan kelompok sebanyak Rp
4.400.000,- dan setahunnya mereka bisa mengumpulkan dana dari tabungan sendiri
minimal Rp. 44.000.000,-(setahun efektif bekerja 10 bulan).
Kepemilikan
modal kelompok nelayan sangat menentukan tingkat pendapatan nelayan dalam
kelompok. Semakin besar jumlah modal yang dimiliki nelayan, maka tingkat
kesejahteraannya akan semakin tinggi. Sebaliknya, jika sebagian besar modal
nelayan masih mengandalkan dari pihak luar, maka tingkat ketergantungannya
terhadap orang lain akan semakin tinggi. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap
tingkat pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Jika anggota kelompok nelayan
tergantung pada pihak luar secara finansial, maka jumlah pendapatan anggota kelompok
nelayan tersebut juga akan lebih banyak ditentukan oleh pihak luar tersebut.
Hal ini menyangkut tingkat bunga dan harga jual hasil tangkapan nelayan.
Strategi
Pengembangan Kelompok
Besarnya
potensi dan permasalahan yang dihadapi kelompok nelayan, menuntut kerja keras
dan tanggung jawab bersama pengurus dan anggota kelompok, serta dukungan
pemerintah sebagai fasilitator, mediator dan motivator masyarakat. Dalam upaya
penyelesaian permasalahan di atas diperlukan perumusan strategi yang tepat,
efektif dan realistis atau sesuai dengan kemampuan kelompok. Berdasarkan
kondisi tersebut, maka diperlukan strategi pemberdayaan dalam arti peningkatan
kapasitas anggota kelompok nelayan dan peningkatan teknologi alat tangkap.
Pemberdayaan
tersebut bisa dilakukan oleh kelompok nelayan itu sendiri maupun atas bantuan
pemerintah. Pemberdayaan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
agar mau dan ikut serta bertanggungjawab dalam menjaga kelestarian sumberdaya ikan.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat nelayan di Desa Poto Tano, maka akan
terjalin suatu komunikasi yang baik sehingga terjadi hubungan yang harmonis
antara kelompok nelayan dengan pemerintah. Peningkatan komunikasi tersebut
dapat dilakukan dengan membangun sistem komunikasi yang efektif dan optimal,
misalnya mengoptimalkan anjangsana dan pertemuan rutin kelompok nelayan dengan
penyuluh dan memanfaatkan jaringan media sebagai alat komunikasi (telpon,
internet dan media tulis).
Pembentukan
badan hukum kelompok dan usaha nelayan juga penting dilakukan untuk
meningkatkan peranan dan produktivitas kelompok melalui jaminan legalitas
lembaga dan usaha. Hal tersebut akan meningkatkan posisi tawar kelompok
nelayan, baik dalam kelembagaan maupun pemasaran. Kelompok nelayan yang
memiliki badan hukum akan memiliki posisi tawar yang lebih baik dalam
menyampaikan aspirasi anggotanya terhadap pihak-pihak lain yang relevan.
Kelompok nelayan ini juga diharapkan dapat berperan dengan baik untuk menyampaikan
berbagai aspirasi tentang isu-isu pembangunan dan konflik horizontal antar
nelayan KSB dan di luar KSB dalam memperebutkan daerah penangkapan ikan yang
sama.
Secara
garis besar alternatif strategi pengembangan kelompok nelayan yang ditawarkan
dapat dipetakan menjadi 3 aspek yaitu aspek sumberdaya manusia (SDM), aspek
manajemen sarana dan prasarana kelembagaan dan aspek regulasi.
a. Strategi
aspek SDM meliputi 1) meningkatkan komunikasi anggota; 2) meningkatkan
pemberdayaan anggota; 3) meningkatkan kapasitas anggota dan pengurus
b. Strategi
aspek manajemen sarana dan prasarana kelembagaan meliputi 1) meningkatkan
manajemen kelompok; 2) memperluas dan mempererat jaringan kelompok; 3)
memperluas fungsi dan manfaat kelompok; 4) meningkatkan dokumentasi dan arsip kelompok;
5) membuat program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan kelompok; dan 6)
meningkatkan sarana prasarana kelompok sesuai dengan kemampuan kelompok.
c. Strategi
aspek regulasi meliputi 1) meningkatkan kesadaran dan ketegasan sanksi dan 2)
membuat badan hukum lembaga.
Kesimpulannya, berdasarkan berbagai potensi
dan masalah yang ada maka perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Kelompok
nelayan harus ditingkatkan perannya melalui pemberdayaan masyarakat yang lebih
berkelanjutan, bukan hanya berdasarkan pendekatan proyek semata tetapi harus
ada evaluasi nilai manfaat pasca proyek/program pemerintah.
2)
Pemerintah
daerah yang terkait dengan masalah ini perlu membangun sistem komunikasi antar
kelompok nelayan yang ada di Desa Poto Tano sehingga terbangun sebuah hubungan
yang harmonis dan sinergis. Dengan demikian, potensi kelompok nelayan dapat
dimaksimalkan dan permasalahan yang dihadapi dapat diminimalisir.
Diolah dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar