Senin, 10 Februari 2014

Pengembangan Poknel 3


 
MENYUSUN STRATEGI PENGEMBANGAN KELOMPOK NELAYAN
 (3 dari 3 tulisan)

Sumber Daya Manusia Nelayan
Aktivitas penangkapan ikan merupakan aktivitas yang membutuhkan stamina yang kuat karena kondisi alam tempat kerja di laut sangat ekstrim (angin dan gelombang besar) dibanding kondisi alam kerja di darat menyebabkan proses kerja menjadi cukup berat, sehingga pada umumnya masyarakat yang terjun dalam profesi tersebut tergolong usia produktif. Hal ini tercermin dari sebagian besar anggota kelompok nelayan yang ada di Desa Poto Tano berusia antara 20-50 tahun atau tergolong produktif jika mengacu pada usia kerja secara nasional. (Tabel 3).
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Poto Tano bervariasi dari SD sampai Perguruan tinggi. Jumlah penduduk seluruhnya adalah 1283 jiwa dengan jumlah kepala keluarga adalah 379 KK. Penduduk desa didominasi oleh lulusan SD 450 orang, kemudian diikuti oleh lulusan SLTP 540 orang, lulusan SMA 78 orang, S1 12 orang, D3   9 orang dan D2 8 orang. Sebagian besar anggota kelompok nelayan berpendidikan SD dan SMP (Profil Desa Poto Tano 2013), sisanya belum sekolah atau tidak tamat SD. Jenjang pendidikan tersebut tergolong cukup rendah di kalangan nelayan maupun secara umum di masyarakat Indonesia. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kesadaran masyarakat nelayan akan pentingnya pendidikan cukup rendah dan tingkat perekonomian nelayan juga tergolong rendah, mengingat pendidikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.


Potensi dan Permasalahan Kelompok Nelayan Tangkap
Ada 6 faktor yang menjadi potensi kelompok nelayan di Desa Poto Tano, antara lain
1)      motivasi dan etos kerja anggota dalam menangkap ikan tinggi;
2)      posisi lembaga yang sangat strategis;
3)      jumlah anggota cukup ideal 10- 13 orang per kelompok;
4)      umur sebagian besar anggota tergolong umur produktif;
5)      alat tangkap nelayan tergolong cukup memadai.
6)      hasil tangkapan merupakan ikan harian sehingga terjamin kesegarannya.
Sedangkan permasalahan yang menjadi faktor kelemahan lembaga, teridentifikasi ada 11 faktor antara lain
1)      masih rendahnya partisipasi anggota;
2)      masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan organisasi;
3)      kurangnya manajemen kelompok;
4)      infrastruktur organisasi kurang memadai;
5)      kurangnya komunikasi dengan pemerintah;
6)      kurang tegas dalam pemberian sanksi;
7)      lembaga belum ada badan hukumnya;
8)      keanggotaan cenderung individualis/kerja sendiri-sendiri;
9)      kurangnya dokumentasi dan arsip lembaga dan
10)  kurangnya relevansi rencana usaha kelompok dengan pelaksanaan.
11)  kurangnya kesadaran menabung dan memupuk modal sendiri.
Nelayan Desa Poto Tano seringkali menghadapi masalah keuangan. Keterbatasan dana mengharuskan mereka meminjam uang kepada pihak lain seperti bank rontok atau rentenir walaupun dengan tingkat suku bunga yang tinggi agar dapat menangkap ikan untuk menghidupi keluarganya. Kadang-kadang kalau meminjam uang ke pengumpul maka harga ikan seringkali ditentukan secara sepihak oleh pemberi pinjaman tanpa mengikuti mekanisme pasar. Dalam hal ini, keuntungan tersembunyi (hidden profit) yang diperoleh pemberi pinjaman secara signifikan akan mengurangi tingkat pendapatan nelayan. Sebenarnya kalau mau serius menabung dengan cara menyisihkan hasil penjualan 1 kg ikan saja per hari (harga 1 kg rata-rata Rp. 22.000,-) maka dalam sebulan punya tabungan Rp. 440.000,- per orang (sebulan dihitung 20 hari kerja). Jika 1 kelompok nelayan 10 orang anggota menabung semua maka dalam sebulan ada tabungan kelompok sebanyak Rp 4.400.000,- dan setahunnya mereka bisa mengumpulkan dana dari tabungan sendiri minimal Rp. 44.000.000,-(setahun efektif bekerja 10 bulan).
Kepemilikan modal kelompok nelayan sangat menentukan tingkat pendapatan nelayan dalam kelompok. Semakin besar jumlah modal yang dimiliki nelayan, maka tingkat kesejahteraannya akan semakin tinggi. Sebaliknya, jika sebagian besar modal nelayan masih mengandalkan dari pihak luar, maka tingkat ketergantungannya terhadap orang lain akan semakin tinggi. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Jika anggota kelompok nelayan tergantung pada pihak luar secara finansial, maka jumlah pendapatan anggota kelompok nelayan tersebut juga akan lebih banyak ditentukan oleh pihak luar tersebut. Hal ini menyangkut tingkat bunga dan harga jual hasil tangkapan nelayan.
Strategi Pengembangan Kelompok
Besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi kelompok nelayan, menuntut kerja keras dan tanggung jawab bersama pengurus dan anggota kelompok, serta dukungan pemerintah sebagai fasilitator, mediator dan motivator masyarakat. Dalam upaya penyelesaian permasalahan di atas diperlukan perumusan strategi yang tepat, efektif dan realistis atau sesuai dengan kemampuan kelompok. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan strategi pemberdayaan dalam arti peningkatan kapasitas anggota kelompok nelayan dan peningkatan teknologi alat tangkap.
Pemberdayaan tersebut bisa dilakukan oleh kelompok nelayan itu sendiri maupun atas bantuan pemerintah. Pemberdayaan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau dan ikut serta bertanggungjawab dalam menjaga kelestarian sumberdaya ikan. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat nelayan di Desa Poto Tano, maka akan terjalin suatu komunikasi yang baik sehingga terjadi hubungan yang harmonis antara kelompok nelayan dengan pemerintah. Peningkatan komunikasi tersebut dapat dilakukan dengan membangun sistem komunikasi yang efektif dan optimal, misalnya mengoptimalkan anjangsana dan pertemuan rutin kelompok nelayan dengan penyuluh dan memanfaatkan jaringan media sebagai alat komunikasi (telpon, internet dan media tulis).
Pembentukan badan hukum kelompok dan usaha nelayan juga penting dilakukan untuk meningkatkan peranan dan produktivitas kelompok melalui jaminan legalitas lembaga dan usaha. Hal tersebut akan meningkatkan posisi tawar kelompok nelayan, baik dalam kelembagaan maupun pemasaran. Kelompok nelayan yang memiliki badan hukum akan memiliki posisi tawar yang lebih baik dalam menyampaikan aspirasi anggotanya terhadap pihak-pihak lain yang relevan. Kelompok nelayan ini juga diharapkan dapat berperan dengan baik untuk menyampaikan berbagai aspirasi tentang isu-isu pembangunan dan konflik horizontal antar nelayan KSB dan di luar KSB dalam memperebutkan daerah penangkapan ikan yang sama.
Secara garis besar alternatif strategi pengembangan kelompok nelayan yang ditawarkan dapat dipetakan menjadi 3 aspek yaitu aspek sumberdaya manusia (SDM), aspek manajemen sarana dan prasarana kelembagaan dan aspek regulasi.
a.       Strategi aspek SDM meliputi 1) meningkatkan komunikasi anggota; 2) meningkatkan pemberdayaan anggota; 3) meningkatkan kapasitas anggota dan pengurus
b.      Strategi aspek manajemen sarana dan prasarana kelembagaan meliputi 1) meningkatkan manajemen kelompok; 2) memperluas dan mempererat jaringan kelompok; 3) memperluas fungsi dan manfaat kelompok; 4) meningkatkan dokumentasi dan arsip kelompok; 5) membuat program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan kelompok; dan 6) meningkatkan sarana prasarana kelompok sesuai dengan kemampuan kelompok.
c.       Strategi aspek regulasi meliputi 1) meningkatkan kesadaran dan ketegasan sanksi dan 2) membuat badan hukum lembaga.
Kesimpulannya, berdasarkan berbagai potensi dan masalah yang ada maka perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1)   Kelompok nelayan harus ditingkatkan perannya melalui pemberdayaan masyarakat yang lebih berkelanjutan, bukan hanya berdasarkan pendekatan proyek semata tetapi harus ada evaluasi nilai manfaat pasca proyek/program pemerintah.
2)   Pemerintah daerah yang terkait dengan masalah ini perlu membangun sistem komunikasi antar kelompok nelayan yang ada di Desa Poto Tano sehingga terbangun sebuah hubungan yang harmonis dan sinergis. Dengan demikian, potensi kelompok nelayan dapat dimaksimalkan dan permasalahan yang dihadapi dapat diminimalisir.

Diolah dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar