Selasa, 11 Februari 2014

Budidaya Laut di Tano


USAHA BUDIDAYA LAUT DI DESA POTO TANO





Berbagai jenis hasil laut seperti ikan, lobster, kerang, tiram mutiara, rumput laut, cumi dan  gurita banyak terdapat di perairan laut Kabupaten Sumbawa Barat. Hasil laut tersebut telah lama ditangkap oleh nelayan yang bertempat tinggal di sepanjang pesisir Desa Poto Tano, karena sebagian besar mata pencahariannya sebagai nelayan. Mereka menangkap ikan di sekitar perairan Poto Tano dan perairan sekitar KSB. Hasil tangkapan berupa ikan-ikan ekspor dan untuk pasar lokal. Ada juga yang berupa benih seperti benih beronang, benih lobster dan benih kepiting bakau. Bila musim barat yang mengakibatkan hasil mancing menurun, maka para nelayan lebih banyak menghabiskan waktu dengan memperbaiki sarana tangkap yang rusak dan sebagian lagi menggembala kambing bagi nelayan yang mempunyai kambing.
Kegiatan budidaya laut di Poto Tano sebenarnya sudah dimulai sejak lama, namun kemajuannya relatif lambat.  Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan dan teknologi budidaya, terbatasnya modal serta kurangnya minat masyarakat untuk menekuni usaha ini. Padahal kalau mau serius menekuni usaha ini bisa menjadi alternatif pekerjaan lain selain menangkap ikan sehingga dapat meningkatkan penghasilan nelayan setempat. Saat ini ada 4 kelompok budidaya laut dan 1 pelaku usaha yang bergerak di budidaya.

Tabel. 1 Data pelaku usaha budidaya laut di Desa Poto Tano

No.
Nama Pembudidaya
Jumlah Anggota
Komoditi
Keterangan
1.
Kelompok Budidaya Laut Tano Mandiri
9
Tiram Mutiara, Kerapu
Aktif sejak 2011
2.
Kelompok Budidaya Laut Kuda Laut
10
Rumput Laut
Aktif sejak 2013
3.
Kelompok Budidaya Laut Gili Balu
10
Rumput Laut
Aktif sejak 2013
4.
Kelompok Budidaya Laut Berkat Sabar
10
Kepiting Bakau
Aktif sejak 2013
5.
Abdul Hafid
-
Lobster
Aktif sejak 2013

Satu pertanyaan, mengapa masyarakat Desa Poto Tano tidak banyak yang menekuni usaha budidaya ikan padahal potensi lautnya sangat besar? Pertama, karakteristik masyarakat di desa ini adalah nelayan tangkap yang setiap hari mancing dan menjaring. Pada siang atau sore hari mereka sudah pulang membawa hasil tangkapan yang bisa dijual dan langsung mendapat uang saat itu juga. Ketika dihadapkan pada kegiatan budidaya, mereka tidak sabar untuk menunggu hasil yang baru bisa dinikmati dalam jangka waktu 4-5 bulan untuk budidaya ikan bahkan 8 bulan budidaya tiram mutiara dan lobster. Nelayan  di sini sudah terbiasa mendapatkan uang harian, jadi kalau harus membudidayakan ikan, tidak ada yang sanggup untuk menunggu hasil selama berbulan-bulan. Itu pun masih ada pertanyaan besar dibenak mereka. Ya, kalau bisa panen, kalau gagal bagaimana? Sudah capek memelihara dan  memberi makan setiap hari malah gagal. Rugi waktu,tenaga dan biaya. Kalau mancing tidak dapat ikan cuma rugi biaya dan tenaga saja. Begitu singkatnya. Kedua, belum ada seorang pun yang berhasil atau sukses di budidaya ikan sehingga tidak ada yang menjadi contoh di bidang ini. Andaikata ada yang sukses budidaya ikan pasti banyak nelayan yang mau meniru usaha ini. Ketiga, masyarakat belum tahu banyak tentang komoditi laut ekonomis penting yang memiliki nilai jual tinggi yang bisa dibudidayakan di daerahnya. Wajar saja, karena tidak tahu makanya tidak mau. Keempat, program pengembangan budidaya laut oleh pemerintah belum sepenuhnya didukung oleh kesiapan SDM masyarakat untuk menerima program itu. Kadang bantuan-bantuan dari pemerintah tidak berdasar dengan apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini sehingga bantuan tersebut bisa dikatakan tidak tepat sasaran. Karena tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan yang diinginkan masyarakat maka bantuan itu dibiarkan begitu saja tidak dirawat bahkan sarananya ada yang dijual kepada orang lain.
Untuk mengatasi hal ini maka perlu langkah-langkah nyata agar kegiatan dan pengembangan usaha budidaya laut di Desa Poto Tano bisa berkembang seperti daerah lain di NTB.
Berikut beberapa solusi yang mungkin bisa diterapkan:
1.      Pendataan atau identifikasi pembudidaya ikan baik perorangan maupun kelompok. Identifikasi ini penting berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh pelaku usaha. Apakah pelaku usaha melakukan kegiatan pembesaran, pembenihan atau pendederan, berikutnya komoditi apa yang dikembangkan, peluang pasarnya, kapasitas produksi, sarana dan prasarana usaha termasuk lokasi budidaya. Identifikasi ini juga penting untuk mempersiapkan kelompok atau individu pelaku usaha mana yang siap menerima program tertentu dari instansi terkait agar programnya tidak salah sasaran.
2.      Perlu pendekatan face to face atau dialog empat mata yang lebih intens antara pemerintah dengan pembudidaya ikan. Pemerintah harus sering turun ke lokasi budidaya untuk melihat langsung kegiatan budidaya dan pembudidaya juga tidak segan-segan datang ke dinas untuk mendapatkan informasi dan konsultasi. Pemerintah dalam hal ini adalah DKPP dan Badan Pelaksana Penyuluh. Dua instansi ini juga harus sering berkoordinasi untuk memadukan kegiatan di lapangan karena di dinas ada petugas teknis sementara di badan penyuluh ada penyuluh yang bertugas mendampingi program–program dari dinas. Jangan sampai  terkesan jalan sendiri-sendiri. Bagaimana mungkin program dari dinas bisa sukses jika tidak ada peran petugas teknis dan penyuluh di lapangan?
3.      Fokus pada peningkatan kapasitas SDM pembudidaya. SDM ini berkaitan dengan perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan pembudidaya. Mengikutsertakan pembudidaya pada pelatihan teknis budidaya, melakukan studi banding ke daerah budidaya ikan, dan memperluas jaringan pemasaran hasil budidaya. Hal ini lebih  dirasa  akan sangat berpengaruh pada peningkatan semangat kerja mengembangkan usaha budidaya.
4.      Membuat program berdasarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Program ini harus disesuaikan dengan kebutuhan kelompok budidaya atau pelaku usaha. Jika tidak disesuaikan dengan apa yang diinginkan kelompok budidaya maka program akan sia-sia dan berjalan ditempat.
5.      Menggandeng swasta agar mau bermitra dengan pembudidaya. Bentuk kerjasamanya bisa modal  dari perusahaan sedangkan pembudidaya sebagai pelaksana . Bisa juga pembudidaya sebagai produsen, sedangkan hasilnya dibeli perusahaan. Atau dengan bentuk-bentuk kerja sama lainnya sepanjang kedua pihak menyepakati perjanjian yang telah dibuat bersama. Dengan adanya mitra, maka pembudidaya akan merasa aman karena adanya jaminan pemasaran hasil. (M.Thoyyib Habibie, S.Pi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar