Berbagai jenis hasil laut seperti ikan, lobster,
kerang, tiram mutiara, rumput laut, cumi dan
gurita banyak terdapat di perairan laut Kabupaten Sumbawa Barat. Hasil
laut tersebut telah lama ditangkap oleh nelayan yang bertempat tinggal di
sepanjang pesisir Desa Poto Tano, karena sebagian besar mata pencahariannya
sebagai nelayan. Mereka menangkap ikan di sekitar perairan Poto Tano dan
perairan sekitar KSB. Hasil tangkapan berupa ikan-ikan ekspor dan untuk pasar
lokal. Ada juga yang berupa benih seperti benih beronang, benih lobster dan
benih kepiting bakau. Bila musim barat yang mengakibatkan hasil mancing
menurun, maka para nelayan lebih banyak menghabiskan waktu dengan memperbaiki
sarana tangkap yang rusak dan sebagian lagi menggembala kambing bagi nelayan
yang mempunyai kambing.
Kegiatan budidaya laut di Poto
Tano sebenarnya sudah dimulai
sejak lama, namun
kemajuannya relatif lambat. Hal
ini disebabkan karena minimnya pengetahuan dan teknologi budidaya, terbatasnya
modal serta kurangnya minat masyarakat untuk menekuni usaha ini. Padahal kalau
mau serius menekuni usaha ini bisa menjadi alternatif pekerjaan lain selain
menangkap ikan sehingga dapat meningkatkan penghasilan nelayan setempat. Saat
ini ada 4 kelompok budidaya laut dan 1 pelaku usaha yang bergerak di budidaya.
Tabel.
1 Data pelaku usaha budidaya laut di Desa Poto Tano
No.
|
Nama Pembudidaya
|
Jumlah Anggota
|
Komoditi
|
Keterangan
|
1.
|
Kelompok Budidaya Laut Tano Mandiri
|
9
|
Tiram Mutiara, Kerapu
|
Aktif sejak 2011
|
2.
|
Kelompok Budidaya Laut Kuda Laut
|
10
|
Rumput Laut
|
Aktif sejak 2013
|
3.
|
Kelompok Budidaya Laut Gili Balu
|
10
|
Rumput Laut
|
Aktif sejak 2013
|
4.
|
Kelompok Budidaya Laut Berkat
Sabar
|
10
|
Kepiting Bakau
|
Aktif sejak 2013
|
5.
|
Abdul Hafid
|
-
|
Lobster
|
Aktif sejak 2013
|
Satu
pertanyaan, mengapa masyarakat Desa Poto Tano tidak banyak yang menekuni usaha
budidaya ikan padahal potensi lautnya sangat besar? Pertama, karakteristik
masyarakat di desa ini adalah nelayan tangkap yang setiap hari mancing dan menjaring.
Pada siang atau sore hari mereka sudah pulang membawa hasil tangkapan yang bisa
dijual dan langsung mendapat uang saat itu juga. Ketika dihadapkan pada
kegiatan budidaya, mereka tidak sabar untuk menunggu hasil yang baru bisa
dinikmati dalam jangka waktu 4-5 bulan untuk budidaya ikan bahkan 8 bulan
budidaya tiram mutiara dan lobster. Nelayan di sini sudah terbiasa mendapatkan uang
harian, jadi kalau harus membudidayakan ikan, tidak ada yang sanggup untuk
menunggu hasil selama berbulan-bulan. Itu pun masih ada pertanyaan besar
dibenak mereka. Ya, kalau bisa panen, kalau gagal bagaimana? Sudah capek
memelihara dan memberi makan setiap hari
malah gagal. Rugi waktu,tenaga dan biaya. Kalau mancing tidak dapat ikan cuma
rugi biaya dan tenaga saja. Begitu singkatnya. Kedua, belum ada seorang
pun yang berhasil atau sukses di budidaya ikan sehingga tidak ada yang menjadi
contoh di bidang ini. Andaikata ada yang sukses budidaya ikan pasti banyak
nelayan yang mau meniru usaha ini. Ketiga, masyarakat belum tahu banyak
tentang komoditi laut ekonomis penting yang memiliki nilai jual tinggi yang
bisa dibudidayakan di daerahnya. Wajar saja, karena tidak tahu makanya tidak
mau. Keempat,
program pengembangan budidaya laut oleh pemerintah belum sepenuhnya didukung
oleh kesiapan SDM masyarakat untuk menerima program itu. Kadang bantuan-bantuan
dari pemerintah tidak berdasar dengan apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini
sehingga bantuan tersebut bisa dikatakan tidak tepat sasaran. Karena tidak
tepat sasaran dan tidak sesuai dengan yang diinginkan masyarakat maka bantuan
itu dibiarkan begitu saja tidak dirawat bahkan sarananya ada yang dijual kepada
orang lain.
Untuk
mengatasi hal ini maka perlu langkah-langkah nyata agar kegiatan dan
pengembangan usaha budidaya laut di Desa Poto Tano bisa berkembang seperti
daerah lain di NTB.
Berikut
beberapa solusi yang mungkin bisa diterapkan:
1.
Pendataan atau identifikasi pembudidaya ikan baik
perorangan maupun kelompok. Identifikasi ini penting berkaitan dengan apa yang
dilakukan oleh pelaku usaha. Apakah pelaku usaha melakukan kegiatan pembesaran,
pembenihan atau pendederan, berikutnya komoditi apa yang dikembangkan, peluang
pasarnya, kapasitas produksi, sarana dan prasarana usaha termasuk lokasi
budidaya. Identifikasi ini juga penting untuk mempersiapkan kelompok atau
individu pelaku usaha mana yang siap menerima program tertentu dari instansi
terkait agar programnya tidak salah sasaran.
2.
Perlu pendekatan face
to face atau dialog empat mata yang lebih intens antara pemerintah dengan
pembudidaya ikan. Pemerintah harus sering turun ke lokasi budidaya untuk
melihat langsung kegiatan budidaya dan pembudidaya juga tidak segan-segan
datang ke dinas untuk mendapatkan informasi dan konsultasi. Pemerintah dalam
hal ini adalah DKPP dan Badan Pelaksana Penyuluh. Dua instansi ini juga harus
sering berkoordinasi untuk memadukan kegiatan di lapangan karena di dinas ada
petugas teknis sementara di badan penyuluh ada penyuluh yang bertugas
mendampingi program–program dari dinas. Jangan sampai terkesan jalan sendiri-sendiri. Bagaimana
mungkin program dari dinas bisa sukses jika tidak ada peran petugas teknis dan
penyuluh di lapangan?
3.
Fokus pada peningkatan kapasitas SDM pembudidaya. SDM
ini berkaitan dengan perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan pembudidaya.
Mengikutsertakan pembudidaya pada pelatihan teknis budidaya, melakukan studi
banding ke daerah budidaya ikan, dan memperluas jaringan pemasaran hasil
budidaya. Hal ini lebih dirasa akan sangat berpengaruh pada peningkatan semangat
kerja mengembangkan usaha budidaya.
4.
Membuat program berdasarkan aspirasi yang berkembang di
masyarakat. Program ini harus disesuaikan dengan kebutuhan kelompok budidaya
atau pelaku usaha. Jika tidak disesuaikan dengan apa yang diinginkan kelompok
budidaya maka program akan sia-sia dan berjalan ditempat.
5.
Menggandeng swasta agar mau bermitra dengan
pembudidaya. Bentuk kerjasamanya bisa modal
dari perusahaan sedangkan pembudidaya sebagai pelaksana . Bisa juga
pembudidaya sebagai produsen, sedangkan hasilnya dibeli perusahaan. Atau dengan
bentuk-bentuk kerja sama lainnya sepanjang kedua pihak menyepakati perjanjian
yang telah dibuat bersama. Dengan adanya mitra, maka pembudidaya akan merasa
aman karena adanya jaminan pemasaran hasil. (M.Thoyyib Habibie, S.Pi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar