Senin, 24 Februari 2014

Mudahnya Menyusun Formulasi Pakan Ikan


Materi penyuluhan . (untuk Kelompok Budidaya ikan Air Tawar Bina Bersama Desa Meraran Kec. Seteluk).


Pakan buatan dibuat oleh manusia untuk mengantisipasi kekurangan pakan yang berasal dari alam yang jumlah dan kontinuitasnya tidak dapat dipastikan. Untuk membuat pakan ikan ada beberapa hal yang harus diperhatikan salah satunya adalah menyusun formulasi pakan. Tidak sulit untuk menyusun formulasi pakan ikan karena langkahnya sangat sederhana dan mudah dipelajari. Berikut ini adalah langkah-langkahnya :
Langkah teknis
1.       Siapkan alat hitung dan tabel kandungan nutrisi bahan baku terutama kandungan protein.
2.       Pilihlah bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan ikan, mudah diperoleh dipasaran, harganya murah/terjangkau, tidak rusak karena jamur dan serangga, bukan merupakan makanan pokok manusia dan mudah diolah.
Langkah matematis
1.       Gunakan metode segi empat Pearsons
2.       Kelompokkan bahan baku yang basal protein dan suplemen protein. Basal protein adalah bahan baku pakan yang memiliki kandungan protein kurang dari 20%. Suplemen protein adalah bahan baku pakan yang memiliki kandungan protein lebih dari 20%.
3.       Buatlah rata-rata kandungan protein baik yang basal maupun suplemen protein.
4.       Buatlah kotak segi empat :
a.       Letakkan di tengah kotak nilai kandungan protein pakan yang akan dibuat.
b.      Bagian atas kiri kotak adalah rata-rata basal protein. Bagian bawah kiri kotak adalah rata-rata suplemen protein.
c.       Isilah nilai pada sisi sebelah kanan kotak dengan cara :
Kotak kanan atas : selisih kadar protein suplemen dengan kadar protein pakan
Kotak kanan bawah : selisih kadar protein pakan dengan kadar basal protein.
d.      Jumlahkan nilai sisi kanan atas kotak dengan sisi kanan bawah kotak
5.       Hitung komposisi masing-masing bahan baku baik basal maupun suplemen protein.
Contoh :
Akan membuat pakan dengan kadar protein 30 %  dengan bahan baku : tepung ikan, dedak halus, tepung jagung, tepung terigu dan tepung kedelai. Bagaimanakah formulasinya ?
Jawab :
Tabel kandungan nutrisi bahan baku pakan.
No.
Jenis Bahan Baku
% Protein
1.
Dedak halus
11,35
2.
Tepung terigu
8,9
3.
Tepung kedelai
39,6
4.
Tepung jagung
7,63
5.
Kanji
0,41
6.
Tepung ikan
62,65
7.
Tepung bekicot
54,29
8.
Tepung cacing tanah
72
9. 
Tepung kepala udang
53,74
10.
Tepung darah
71,45
11.
Ampas tahu
23,55

Langkah matematis :
1.       Membuat segi empat Pearsons
2.       Bahan baku basal protein :
Dedak halus       = 11,35 %
Tepung jagung    = 7,63 %
Tepung terigu      = 8,9 %
Bahan baku suplemen protein :
                Tepung ikan                     = 62,65 %
                Tepung kedelai                 = 39,6 %
3.       Rata-rata basal protein              = (11,35% + 7,63 % + 8,9 %) : 3 = 9,3 %
Rata-rata suplemen protein        = (62,65 % + 39,6 %) : 2 = 51,12 %
4.       Basal protein                      9,3 %                                                                     21,12 %


             30 %


Suplemen protein           51,12 %                                                                 20,7 %       
                                                                                                                                                    +        
41,82 %    

5.       Komposisi masing-masing bahan baku pakan adalah sebagai berikut :
a.       Basal protein :
(21,12 : 41,82)% x 100 % = 50,5 %. Karena basal protein ada 3 bahan maka 50,5 % : 3 = 16,83 %.
b.      Suplemen protein :
(20,7 : 41,82)% x 100 % = 49,5 %. Karena suplemen protein ada 2 maka 49,5 % : 2 = 24,75 %
Jadi komposisi pakannya menjadi :
No.
Bahan Baku
%
1.
Dedak halus
16,83
2.
Tepung jagung
16,83
3.
Tepung terigu
16,83
4.
Tepung ikan
24,75
5.
Tepung kedelai
24,75

Jumlah
99,99
Jumlahnya 99,99%, dibulatkan menjadi 100 %. Inilah yang disebut dengan formulasi pakan ikan. (Toyib)

Selasa, 11 Februari 2014

Budidaya Laut di Tano


USAHA BUDIDAYA LAUT DI DESA POTO TANO





Berbagai jenis hasil laut seperti ikan, lobster, kerang, tiram mutiara, rumput laut, cumi dan  gurita banyak terdapat di perairan laut Kabupaten Sumbawa Barat. Hasil laut tersebut telah lama ditangkap oleh nelayan yang bertempat tinggal di sepanjang pesisir Desa Poto Tano, karena sebagian besar mata pencahariannya sebagai nelayan. Mereka menangkap ikan di sekitar perairan Poto Tano dan perairan sekitar KSB. Hasil tangkapan berupa ikan-ikan ekspor dan untuk pasar lokal. Ada juga yang berupa benih seperti benih beronang, benih lobster dan benih kepiting bakau. Bila musim barat yang mengakibatkan hasil mancing menurun, maka para nelayan lebih banyak menghabiskan waktu dengan memperbaiki sarana tangkap yang rusak dan sebagian lagi menggembala kambing bagi nelayan yang mempunyai kambing.
Kegiatan budidaya laut di Poto Tano sebenarnya sudah dimulai sejak lama, namun kemajuannya relatif lambat.  Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan dan teknologi budidaya, terbatasnya modal serta kurangnya minat masyarakat untuk menekuni usaha ini. Padahal kalau mau serius menekuni usaha ini bisa menjadi alternatif pekerjaan lain selain menangkap ikan sehingga dapat meningkatkan penghasilan nelayan setempat. Saat ini ada 4 kelompok budidaya laut dan 1 pelaku usaha yang bergerak di budidaya.

Tabel. 1 Data pelaku usaha budidaya laut di Desa Poto Tano

No.
Nama Pembudidaya
Jumlah Anggota
Komoditi
Keterangan
1.
Kelompok Budidaya Laut Tano Mandiri
9
Tiram Mutiara, Kerapu
Aktif sejak 2011
2.
Kelompok Budidaya Laut Kuda Laut
10
Rumput Laut
Aktif sejak 2013
3.
Kelompok Budidaya Laut Gili Balu
10
Rumput Laut
Aktif sejak 2013
4.
Kelompok Budidaya Laut Berkat Sabar
10
Kepiting Bakau
Aktif sejak 2013
5.
Abdul Hafid
-
Lobster
Aktif sejak 2013

Satu pertanyaan, mengapa masyarakat Desa Poto Tano tidak banyak yang menekuni usaha budidaya ikan padahal potensi lautnya sangat besar? Pertama, karakteristik masyarakat di desa ini adalah nelayan tangkap yang setiap hari mancing dan menjaring. Pada siang atau sore hari mereka sudah pulang membawa hasil tangkapan yang bisa dijual dan langsung mendapat uang saat itu juga. Ketika dihadapkan pada kegiatan budidaya, mereka tidak sabar untuk menunggu hasil yang baru bisa dinikmati dalam jangka waktu 4-5 bulan untuk budidaya ikan bahkan 8 bulan budidaya tiram mutiara dan lobster. Nelayan  di sini sudah terbiasa mendapatkan uang harian, jadi kalau harus membudidayakan ikan, tidak ada yang sanggup untuk menunggu hasil selama berbulan-bulan. Itu pun masih ada pertanyaan besar dibenak mereka. Ya, kalau bisa panen, kalau gagal bagaimana? Sudah capek memelihara dan  memberi makan setiap hari malah gagal. Rugi waktu,tenaga dan biaya. Kalau mancing tidak dapat ikan cuma rugi biaya dan tenaga saja. Begitu singkatnya. Kedua, belum ada seorang pun yang berhasil atau sukses di budidaya ikan sehingga tidak ada yang menjadi contoh di bidang ini. Andaikata ada yang sukses budidaya ikan pasti banyak nelayan yang mau meniru usaha ini. Ketiga, masyarakat belum tahu banyak tentang komoditi laut ekonomis penting yang memiliki nilai jual tinggi yang bisa dibudidayakan di daerahnya. Wajar saja, karena tidak tahu makanya tidak mau. Keempat, program pengembangan budidaya laut oleh pemerintah belum sepenuhnya didukung oleh kesiapan SDM masyarakat untuk menerima program itu. Kadang bantuan-bantuan dari pemerintah tidak berdasar dengan apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini sehingga bantuan tersebut bisa dikatakan tidak tepat sasaran. Karena tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan yang diinginkan masyarakat maka bantuan itu dibiarkan begitu saja tidak dirawat bahkan sarananya ada yang dijual kepada orang lain.
Untuk mengatasi hal ini maka perlu langkah-langkah nyata agar kegiatan dan pengembangan usaha budidaya laut di Desa Poto Tano bisa berkembang seperti daerah lain di NTB.
Berikut beberapa solusi yang mungkin bisa diterapkan:
1.      Pendataan atau identifikasi pembudidaya ikan baik perorangan maupun kelompok. Identifikasi ini penting berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh pelaku usaha. Apakah pelaku usaha melakukan kegiatan pembesaran, pembenihan atau pendederan, berikutnya komoditi apa yang dikembangkan, peluang pasarnya, kapasitas produksi, sarana dan prasarana usaha termasuk lokasi budidaya. Identifikasi ini juga penting untuk mempersiapkan kelompok atau individu pelaku usaha mana yang siap menerima program tertentu dari instansi terkait agar programnya tidak salah sasaran.
2.      Perlu pendekatan face to face atau dialog empat mata yang lebih intens antara pemerintah dengan pembudidaya ikan. Pemerintah harus sering turun ke lokasi budidaya untuk melihat langsung kegiatan budidaya dan pembudidaya juga tidak segan-segan datang ke dinas untuk mendapatkan informasi dan konsultasi. Pemerintah dalam hal ini adalah DKPP dan Badan Pelaksana Penyuluh. Dua instansi ini juga harus sering berkoordinasi untuk memadukan kegiatan di lapangan karena di dinas ada petugas teknis sementara di badan penyuluh ada penyuluh yang bertugas mendampingi program–program dari dinas. Jangan sampai  terkesan jalan sendiri-sendiri. Bagaimana mungkin program dari dinas bisa sukses jika tidak ada peran petugas teknis dan penyuluh di lapangan?
3.      Fokus pada peningkatan kapasitas SDM pembudidaya. SDM ini berkaitan dengan perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan pembudidaya. Mengikutsertakan pembudidaya pada pelatihan teknis budidaya, melakukan studi banding ke daerah budidaya ikan, dan memperluas jaringan pemasaran hasil budidaya. Hal ini lebih  dirasa  akan sangat berpengaruh pada peningkatan semangat kerja mengembangkan usaha budidaya.
4.      Membuat program berdasarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Program ini harus disesuaikan dengan kebutuhan kelompok budidaya atau pelaku usaha. Jika tidak disesuaikan dengan apa yang diinginkan kelompok budidaya maka program akan sia-sia dan berjalan ditempat.
5.      Menggandeng swasta agar mau bermitra dengan pembudidaya. Bentuk kerjasamanya bisa modal  dari perusahaan sedangkan pembudidaya sebagai pelaksana . Bisa juga pembudidaya sebagai produsen, sedangkan hasilnya dibeli perusahaan. Atau dengan bentuk-bentuk kerja sama lainnya sepanjang kedua pihak menyepakati perjanjian yang telah dibuat bersama. Dengan adanya mitra, maka pembudidaya akan merasa aman karena adanya jaminan pemasaran hasil. (M.Thoyyib Habibie, S.Pi)