Bertempat di aula BKP5K rapat
koordinasi penyuluh se-KSB digelar pada hari Kamis tanggal 22 Mei 2014.
Rapat dihadiri oleh semua penyuluh,
koordinator penyuluh, Kepala BP3K, Kepala Badan dan Kabid BKP5K. Rapat membahas
hasil kesepakatan Sembalun yang berisi beberapa hal di antaranya adalah
indikator kinerja penyuluh dan disiplin penyuluh. Menurut Kaban KP5K
kesepakatan Sembalun adalah kesepakatan bersama seluruh Bapeluh se-NTB dengan
Bakorluh NTB karena itu mau tidak mau harus dijalankan.
Untuk mengevaluasi kinerja penyuluh,
di akhir pertemuan Kaban membacakan beberapa nama penyuluh yang belum
mengumpulkan laporan bulanan penyuluh. Satu per satu nama penyuluh disebut. Rasanya
campur aduk antara geli dan gemes. Bahkan ada yang tertawa lebar begitu mendengarnya.
Mengapa teman-teman penyuluh terkesan begitu nyantai tidak membuat laporan bulan
Maret dan April 2014, padahal sekarang sudah akhir bulan Mei 2014. Ada apa
dengan penyuluh? Bukankah semuanya sudah paham bahwa laporan bulanan itu untuk
mencairkan BOP? Laporan bulanan itu sebagai syarat pencairan honor/gaji
penyuluh THL dan sebagai bahan mengajukan DUPAK bagi penyuluh PNS. DUPAK itu
berkaitan dengan kenaikan pangkat berarti menyangkut nasib dan kesejahteraan
penyuluh. Laporan bulanan juga sebagai bahan penilaian lomba penyuluh
berprestasi. Tapi, mengapa tidak dibuat? Kalau tidak dibuat maka komitmen
penyuluh terhadap peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan juga
dipertanyakan. Bagaimana penyuluh memperjuangkan nasib petani dan nelayan
sementara dirinya saja tidak diperhatikan. Singkatnya, mereka yang telah membuat
laporan bulanan berarti punya kepedulian terhadap peningkatan kesejahteraan
petani dan nelayan.
Kalau mau dicermati, laporan bulanan
penyuluh itu adalah salah satu indikator kinerja penyuluh di lapangan.
Bagaimana mungkin seorang penyuluh bisa membuat laporan penyuluhan kalau tidak
melakukan kegiatan penyuluhan lebih dulu di lapangan. Jika tidak punya laporan
bulanan menandakan bahwa penyuluh itu dianggap tidak turun ke lapangan. Kadang
ada yang berdalih sudah ke lapangan, tapi kalau didesak di lapangan mana, tidak
bisa menjawab. Lapangan sepak bola? Kan tidak. Kalau memang sudah ke lapangan
mengapa tidak membuat laporan? Ini kan aneh. Makanya ketika dibacakan nama
penyuluh yang belum membuat laporan bulanan, terus terang saya sangat prihatin
dan heran. Herannya mengapa teman-teman tidak bisa meluangkan waktu untuk
menulis laporan yang “hanya” 1 lembar saja sebulan. Padahal ngetik selembar itu
sebentar. Jujur, kita harus berani mengatakan bahwa penyuluh itu malas kerja.
Malas turun ke lapangan dan malas membuat laporan. Yang lain bilang :” Lho, kan
tidak semua malas, masih ada yang rajin.” Benar. Tidak semua malas. Tapi ini
adalah sebuah institusi. Kalau jelek satu maka akan nampak jelek semuanya. Malas
satu maka akan dicap malas semuanya.
Kalau begini apa yang harus dilakukan…?
Pertama, harus dicari dulu jawaban dari
pertanyaan : pertanyaan pertama mengapa
penyuluh tidak turun ke lapangan? Jawab; karena lemahnya sistem penyuluhan.
Sistem penyuluhan di BKP5K ini tidak jelas (termasuk BP3K). Tidak jelasnya,
tidak jelas mau apa dan mau ke mana, karena masing-masing berjalan
sendiri-sendiri. Karena berjalan sendiri-sendiri maka penyuluh merasa “dibiarkan”
turun sendiri ke lapangan tanpa ada pendampingan dari kabupaten, tanpa pengawasan,
tanpa ada peringatan dan tanpa ada teguran. Kalau salah tidak ada yang
mengingatkan dan meluruskan. Tidak ada yang peduli pada penyuluh, penyuluh mau
ke mana terserah. Mau ke lapangan atau mau pulang ke rumah juga nggak apa-apa,
ndak ada yang tahu. Ujung-ujungnya akan muncul anggapan “kalau tidak turun ke
lapangan tidak apa-apa toh tidak ada yang negur, bos juga ndak pernah turun ke
lapangan lihat kita…nyantai saja…. Kalau tidak membuat laporan ya…tidak apa-apa”.
Begitulah kira-kira. Lalu muncul pertanyaan kedua, mengapa tidak membuat laporan bulanan? Jawabannya
:
1.
Karena
tidak ke lapangan. Makanya tidak bisa menyusun laporan. Masalahnya mengarang
laporan itu ternyata lebih susah dibanding turun ke lapangan. Berdasarkan pengalaman, kalau sudah turun ke
lapangan itu ternyata menyusun laporan jadi mudah, semudah membalikkan telapak
tangan. Ya, betul itu. Kalau tidak percaya coba saja. Turun ke lapangan dulu pasti
akan mudah menyusun laporannya.
2.
Punya
karakter malas menulis, makanya tidak membuat laporan bulanan. Kelemahan
penyuluh adalah tidak mencatat apa yang akan dikerjakannya dan tidak menulis
apa yang telah dilakukannya. Karena itu tidak tertib administrasinya. Penyuluh
macam ini tidak bisa mendampingi kelompok tani atau nelayan. Bagaimana mungkin
dia membimbing kelompok agar kelompok mempunyai administrasi yang baik dan
benar sementara dirinya saja catatannya
amburadul? Lucu jadinya. Bagaimana mungkin menghasilkan karya penyuluhan yang
lebih besar, menghasilkan karya tulis berupa laporan bulanan 1 lembar saja tidak
bisa.
Kedua, sudah saatnya Kaban harus sering
turun ke lapangan mengecek keberadaan penyuluh. Ini penting sebagai bentuk
pengawasan dan pembinaan kepada bawahan. Nggak apa-apa meniru sedikit gaya
Jokowi yang gemar “blusukan” ke pasar-pasar. Kalau Kaban ya…blusukannya ke lapangan
bersama penyuluh. Kalau jarang turun ke lapangan melihat lokasi dan bertemu
penyuluh, maka penyuluh akan tetap merasa dibiarkan oleh atasannya dan ini
tidak baik untuk kemajuan BKP5K. Kaban juga harus tegas mengambil sikap
terhadap penyuluh yang malas karena itu bolehlah meniru sedikit gaya Prabowo
yang tegas mengambil keputusan. Memutuskan mengambil tindakan berupa pemberian
sanksi atau tidak bagi penyuluh yang tidak membuat laporan bulanan. Itu saja.
[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar