Minggu, 25 Mei 2014

Laporan Bulanan Penyuluh itu untuk apa ?



Bertempat di aula BKP5K rapat koordinasi penyuluh se-KSB digelar pada hari Kamis tanggal 22 Mei 2014. Rapat  dihadiri oleh semua penyuluh, koordinator penyuluh, Kepala BP3K, Kepala Badan dan Kabid BKP5K. Rapat membahas hasil kesepakatan Sembalun yang berisi beberapa hal di antaranya adalah indikator kinerja penyuluh dan disiplin penyuluh. Menurut Kaban KP5K kesepakatan Sembalun adalah kesepakatan bersama seluruh Bapeluh se-NTB dengan Bakorluh NTB karena itu mau tidak mau harus dijalankan.
Untuk mengevaluasi kinerja penyuluh, di akhir pertemuan Kaban membacakan beberapa nama penyuluh yang belum mengumpulkan laporan bulanan penyuluh. Satu per satu nama penyuluh disebut. Rasanya campur aduk antara geli dan gemes. Bahkan ada yang tertawa lebar begitu mendengarnya. Mengapa teman-teman penyuluh terkesan begitu nyantai tidak membuat laporan bulan Maret dan April 2014, padahal sekarang sudah akhir bulan Mei 2014. Ada apa dengan penyuluh? Bukankah semuanya sudah paham bahwa laporan bulanan itu untuk mencairkan BOP? Laporan bulanan itu sebagai syarat pencairan honor/gaji penyuluh THL dan sebagai bahan mengajukan DUPAK bagi penyuluh PNS. DUPAK itu berkaitan dengan kenaikan pangkat berarti menyangkut nasib dan kesejahteraan penyuluh. Laporan bulanan juga sebagai bahan penilaian lomba penyuluh berprestasi. Tapi, mengapa tidak dibuat? Kalau tidak dibuat maka komitmen penyuluh terhadap peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan juga dipertanyakan. Bagaimana penyuluh memperjuangkan nasib petani dan nelayan sementara dirinya saja tidak diperhatikan. Singkatnya, mereka yang telah membuat laporan bulanan berarti punya kepedulian terhadap peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan. 
Kalau mau dicermati, laporan bulanan penyuluh itu adalah salah satu indikator kinerja penyuluh di lapangan. Bagaimana mungkin seorang penyuluh bisa membuat laporan penyuluhan kalau tidak melakukan kegiatan penyuluhan lebih dulu di lapangan. Jika tidak punya laporan bulanan menandakan bahwa penyuluh itu dianggap tidak turun ke lapangan. Kadang ada yang berdalih sudah ke lapangan, tapi kalau didesak di lapangan mana, tidak bisa menjawab. Lapangan sepak bola? Kan tidak. Kalau memang sudah ke lapangan mengapa tidak membuat laporan? Ini kan aneh. Makanya ketika dibacakan nama penyuluh yang belum membuat laporan bulanan, terus terang saya sangat prihatin dan heran. Herannya mengapa teman-teman tidak bisa meluangkan waktu untuk menulis laporan yang “hanya” 1 lembar saja sebulan. Padahal ngetik selembar itu sebentar. Jujur, kita harus berani mengatakan bahwa penyuluh itu malas kerja. Malas turun ke lapangan dan malas membuat laporan. Yang lain bilang :” Lho, kan tidak semua malas, masih ada yang rajin.” Benar. Tidak semua malas. Tapi ini adalah sebuah institusi. Kalau jelek satu maka akan nampak jelek semuanya. Malas satu maka akan dicap malas semuanya.
Kalau begini apa yang harus dilakukan…?  
Pertama, harus dicari dulu jawaban dari pertanyaan : pertanyaan pertama mengapa penyuluh tidak turun ke lapangan? Jawab; karena lemahnya sistem penyuluhan. Sistem penyuluhan di BKP5K ini tidak jelas (termasuk BP3K). Tidak jelasnya, tidak jelas mau apa dan mau ke mana, karena masing-masing berjalan sendiri-sendiri. Karena berjalan sendiri-sendiri maka penyuluh merasa “dibiarkan” turun sendiri ke lapangan tanpa ada pendampingan dari kabupaten, tanpa pengawasan, tanpa ada peringatan dan tanpa ada teguran. Kalau salah tidak ada yang mengingatkan dan meluruskan. Tidak ada yang peduli pada penyuluh, penyuluh mau ke mana terserah. Mau ke lapangan atau mau pulang ke rumah juga nggak apa-apa, ndak ada yang tahu. Ujung-ujungnya akan muncul anggapan “kalau tidak turun ke lapangan tidak apa-apa toh tidak ada yang negur, bos juga ndak pernah turun ke lapangan lihat kita…nyantai saja…. Kalau tidak membuat laporan ya…tidak apa-apa”.
Begitulah kira-kira.  Lalu muncul pertanyaan kedua, mengapa tidak membuat laporan bulanan? Jawabannya :
1.      Karena tidak ke lapangan. Makanya tidak bisa menyusun laporan. Masalahnya mengarang laporan itu ternyata lebih susah dibanding turun ke lapangan.  Berdasarkan pengalaman, kalau sudah turun ke lapangan itu ternyata menyusun laporan jadi mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Ya, betul itu. Kalau tidak percaya coba saja. Turun ke lapangan dulu pasti akan mudah menyusun laporannya.
2.      Punya karakter malas menulis, makanya tidak membuat laporan bulanan. Kelemahan penyuluh adalah tidak mencatat apa yang akan dikerjakannya dan tidak menulis apa yang telah dilakukannya. Karena itu tidak tertib administrasinya. Penyuluh macam ini tidak bisa mendampingi kelompok tani atau nelayan. Bagaimana mungkin dia membimbing kelompok agar kelompok mempunyai administrasi yang baik dan benar  sementara dirinya saja catatannya amburadul? Lucu jadinya. Bagaimana mungkin menghasilkan karya penyuluhan yang lebih besar, menghasilkan karya tulis berupa laporan bulanan 1 lembar saja tidak bisa.
Kedua, sudah saatnya Kaban harus sering turun ke lapangan mengecek keberadaan penyuluh. Ini penting sebagai bentuk pengawasan dan pembinaan kepada bawahan. Nggak apa-apa meniru sedikit gaya Jokowi yang gemar “blusukan” ke pasar-pasar. Kalau Kaban ya…blusukannya ke lapangan bersama penyuluh. Kalau jarang turun ke lapangan melihat lokasi dan bertemu penyuluh, maka penyuluh akan tetap merasa dibiarkan oleh atasannya dan ini tidak baik untuk kemajuan BKP5K. Kaban juga harus tegas mengambil sikap terhadap penyuluh yang malas karena itu bolehlah meniru sedikit gaya Prabowo yang tegas mengambil keputusan. Memutuskan mengambil tindakan berupa pemberian sanksi atau tidak bagi penyuluh yang tidak membuat laporan bulanan. Itu saja. [] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar